SuryaDewata.Com (Jembrana) – Banjir bandang yang melanda Banjar Yeh Buah, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, pada pertengahan Oktober lalu masih menyisakan duka bagi warga terdampak. Peristiwa ini kembali menggugah nurani relawan pegiat kemanusiaan yang saling bersinergi memberikan uluran tangan. Mereka terjun langsung ke lokasi warga terdampak, Minggu (13/11).
Tim relawan yang tergabung di empat komunitas tersebut meliputi: Nak Lingsir, Manik, Komang (Yayasan Bhumi Bali Swari); Bayu dan Nanang Wira (Komunitas Berbagi Senyuman); Nengah Dharma (Komunitas Rare Bali); dan, Made Karma (mewakili Komunitas Legon Batusepih).
Sejak bencana banjir bandang terjadi, mereka yang terdampak diungsikan di Kamp penampungan dengan memanfaatkan wantilan desa setempat. Pemkab Jembrana menyiapkan dapur umum dan peralatan bermalam darurat. Namun, sejak awal Nopember kemarin dapur umum sudah ditutup. Sebagian pengungsi pindah ke rumah sanak keluarga, terutama yang memiliki anak, sehingga lebih nyaman. Sebagian lainnya masih menempati Kamp pengungsian dibawah pendampingan seorang prajuru (orang yang ditugaskan oleh desa adat), Wayan Eka Astari, bertugas menemui relawan dan mengelola bantuan. “Sebetulnya suami saya yang bertugas tapi karena beliau kerja jadi saya yang mewakilinya,” ungkap Eka ditengah – tengah para pengungsi.
Dalam hal penanganan pengungsi (pasca banjir) Pemkab Jembrana layak dipuji. Mereka dari kelompok 10 rumah yang hanyut merasa bersyukur karena Pemkab mau menyediakan lahan (yang nantinya dibangun rumah layak huni), dimana masing – masing kepala keluarga (KK) akan kebagian setidaknya 1.5 are. “Pemkab menyediakan sekitar 26 are yang akan dibangun 15 rumah. Untuk tahap ini akan diprioritaskan bagi yang kondisi rumahnya paling parah,” terang Kadek.
Setelah menyerahkan bantuan sebanyak 28 paket sembako (termasuk diantaranya paket beras 5 kg dan pakaian bekas), tim relawan beranjak ke lokasi banjir ditemani beberapa korban.
Sebagaimana diketahui bahwa Desa Penyaringan dilanda banjir bandang pada 16 Oktober 2022 lalu. Kemudian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana merilis sekitar 117 kepala keluarga terdampak musibah tersebut, dimana 45 rumah warga rusak. Salah satu korban yang kami temui di kamp pengungsian, Kadek Sudiawan, menyatakan bahwa ada 10 rumah diantaranya hanyut terbawa arus, termasuk miliknya. “Rumah saya termasuk diantara 10 rumah yang kondisinya paling parah. Jika yang lain hanyut, rumah saya sebagian terkubur dibawah puing – puing banjir. Beberapa barang masih tersisa dibwah sana dan saya hanya bisa masuk lewat atap itu,” ungkapnya sembari menunjuk akses masuk ke puning rumahnya.
Di tempat terpisah, seorang ibu (Made Muriati) yang rumahnya hanyut mengaku trauma tinggal di wilayah pesisir sungai ini. “Saya tidak mau lagi tinggal disini, trauma,” ungkapnya berkaca – kaca.
Kadek memahami traumatisme warga senasib lainnya, mengingat bencana ini sudah terulang beberapa kali. “Ini termasuk yang paling parah jika dibandingkan dengan tahun 1998. Sebetulnya tahun 2018 juga terjadi banjir namun cuma menggenang sehingga tidak terjadi kerusakan parah,” paparnya lagi sembari memuji langkah Pemkab yang menetapkan area ini sebagai zona merah.
Tim relawan, dibawah panduan Nengah Dharma (sekaligus merupakan warga setempat), kemudian berpindah ke beberapa titik banjir lainnya di desa yang sama. Mereka menelusuri perkampungan pesisir sungai dimana rumah – rumah korban sempat terendam banjir dengan ketinggian mencapai 2 meter. Bahkan, mereka harus menyebrangi sungai karena jembatan yang biasa dilalui jebol oleh banjir.
Disamping paket sembako, enam warga yang kondisinya paling parah diberikan tambahan amplop senilai 100 ribu Rupiah. Dana tersebut merupakan titipan dari Komunitas Legon Batusepih.
Perjalanan relawan ditutup dengan kunjungan rumah terakhir yang warungnya ludes tak tersisa. Rumahnya masih berdiri, namun seluruh isinya hanyut.
Mereka para korban berharap penangulangan banjir dilakukan dengan lebih intensif lagi, sehingga kejadian serupa tidak akan terulang. Mereka ‘pakrimik’ jika penebangan hutan secara liar sebagai pemicu bencana tempo hari.
Kegiatan Bhumi Bali Swari (part 3)
Sebelumnya, Yayasan Bhumi Bali Swari (bersinergi dengan Yayasan Arda Nareswari) juga menyalurkan paket sembako di Desa Ban, Karangasem, Rabu (12/11). Sasaran bantuan difokuskan kepada korban banjir di hari yang sama dengan banjir bandang di Jembrana (16/11). Romobongan yang dipimpin langsung pembina Yayasan, Nak Lingsir, dikawal beberapa pengurus meliputi Manik, Made dan beberapa perwakilan dari komunitas. Setidaknya 6 paket sembako diserahkan kepada korban yang tersebar dibeberapa titik banjir.<swn>