Bagian 1
Penulis: Ray
DENPASAR – Surya Dewata
Penderitaan seorang manusia merupakan jalan pelepasan, tak ada cara lainnya dalam mencari jalan pulang kembali ke rumah asal kita. Banyak ajaran buku suci mengajarkan kita metode – metode dalam mencapai pencapaian yang diinginkan, biasanya harapan kita yang tertinggi ” Moksartham jagadhita ya ca iti dharma”, yang memiliki arti bisa dicari di google bila ingin memahaminya lebih dalam lagi.
Kehidupan manusia adalah ibarat seperti perahu yang melewati sungai dan akan menuju lautan lepas (acintya). Dalam perjalanan sang perahu ini, sang jiwa (pendayung), perahu (sang tubuh) dan sungai dan langit (bawah-atas/ akasa ibu pertiwi dalam kehidupan) serta arus sungai sebagai blue print karma kehidupannya.
Perjalanan menuju lautan inilah yang mengandung banyak problematika dalam kehidupan karena didasari oleh ambisi, keserakahan, kemiskinan dan penderitaan lainnya. Sang jiwa terkadang mendayung terlalu kuat sampai kayu dayung patah, ada yang mengikuti arus terlena terhadap pemandangan sekitarnya, ada yang kebingungan kapan sampai bahkan ingin meloncat dari perahu tubuh ini (mati) lebih cepat bahkan membebani perahu dengan harta benda yang begitu banyak, tentu menyulitkan perahu bermanuver dalam arus air, walaupun itu dapat membuat nyaman karena segala kebutuhan bisa terpenuhi (hiburan sementara).
Untuk meredam kondisi kejiwaan dalam penderitaan mereka, ia menggunakan alat bantu yakni narkoba, minuman keras dan lainnya, karena dengan itu bisa instan dalam menikmati arus sungai penderitaan. Alih -alih belajar meditasi atau lainnya sambil menunggu sang perahu menuju laut lepas (bebas). Alat bantu itu membuat perahu lepas landas sementara dari atas air menuju rasa kedamaian akasa, yang ujungnya perahu akan kembali menghujam air sungai lebih keras dan membuat banyak penderitaan baru bagi perahu. Itu membuat batu, ranting dan masuknya air dalam perahu. Itu membuat perahu atau sang tubuh hancur dan rusak yang ujungnya keinginan mencapai laut lepas (pelepasan) kandas. Bila ia melatih diri dalam meditasi ia akan mampu melewati, merasakan dan mengikuti irama aliran sungai yang kadang deras kadang lambat dalam satu masa kehidupan.
Penderitaan yang dirasa oleh sang nahkoda perahu dalam melewati semua rintangan itu disebut karma kehidupan. Bayangkan bila tidak ada arus sungai, apakah perahu akan berjalan sampai ketujuan? Itulah mengapa penderitaan karma kehidupan itu diperlukan.
Bila ingin detail dalam mempelajari karma kehidupan bukanlah sebuah penderitaan, karena sang jiwa ini menggunakan perahu yang terbatas dengan geraknya di air (alam dunia) sebagai media perjalanannya. Perbedaan jiwa (alam sunia) berbeda dengan alam dunia yang sementara ini, itulah yang membuat dan seolah-olah itu penderitaan, dan itu juga dikarenakan kita terlalu meyakini perahu ini adalah diri kita seutuhnya. karena terbatasnya ruang gerak tadilah kita merasakan penderitaan, sesungguhnya tidak, hanya sebuah pengalaman bagi sang jiwa mengetahui sumber asalnya atau yang kita sebut Tuhan.
Bila kita melihat pengalaman cerita Pandawa atau Bodhisattwa sang Budha, ia bahkan mengalami kematian dalam satu masa kehidupan, atau berganti perahu dalam satu masa kehidupannya.
Aneh berganti perahu (badan) saat masa kehidupan apa bisa? Bisa, karena badan ini adalah sesuatu yang hidup, berganti sel tiap sel bahkan DNA, itulah yang disebut pencerahan. Bila sufah mencapai pencerahan itulah tubuh awal yang hiduo ini mati, biasanya dalam kehidupannya itu mengalami penderitaan dan perubahan yang drastis.
Contoh sang Budha, harus pergi dari kerajaannya, kita tidak memahami apa yang menyebabkan Budha atau Sidharta Gautama itu pergi dari kerajaannya. Bahkan tidak mungkin ada satu manusiapun yang mau pergi meninggalkan kenyamanan dalam hidupnya tanpa paksaan. Tentu ada sebuah pemantik besar suatu permasalahan didalam internal itu yang membuat sang Budha harus pergi. Itu semua bukanlah kehendaknya, tetapi kehendak jiwa yang sudah melewati ribuan kalpa pengalaman kehidupan, jiwamya telah matang.
Atau Pandawa yang kalah judi, judi bisa saja pertarungan bisnis dalam menjalani hidup ini, atau tersandung kasus yang merubah total hidup kita. Istri dan keluarga minggat hilang dari radar kita, harta tersita pihak yang berwajib atau tertipu dan sebagainya. Bahkan diri ini seperti asing, berbeda dengan kehidupan sebelumnya sebagai anak raja atau apalah yang lebih.
Semua itu berakhir? Ternyata tidak. Hidup harus berjalan lebih berat, lebih sederhana dan lebih menderita. Sebenarnya tidak demikian, kita terlahir kembali sebagai orang yang berbeda sesuai skenario arus sungai tadi. Sejatinya hidup lebih simple, lebih aktif, lebih sederhana, lebih gesit dan sebagainya. Itu akan membuat kebijaksanaan kita lebih tinggi dari sebelumnya, hidup ini sementara dan bergegas, berlomba-lonba menuju sang sumber yakni Tuhan.
Jadi, nikmati setiap gerak perahumu agar tidak oleng dan kandas terbentur-bentur batu sungai. Niscaya semua ini tidak ada yang sia-sia, bila saatnya tiba semua kekayaanmu (kerajaan) sang Budha atau Pandawamu kembali, dirimu tidak akan merasa sangat terikat dan beban terhadap itu semua, karena kebijaksanaan yang sudah tumbuh dan ingin kembali kepada sumber segala sumber kehidupan.