Denpasar – Sueya Dewata
Terkait pemberitaan bahwa Badan Wilayah Sungai (BWS) Bali – Penida menyetop pengerukan sungai Tukad Mati dari sisi bahasa salah, BWS hanya meminta re schedule apa yang dilakukan dari stakeholder
Dinas Pekerjaan Umum (PU) selaku stakeholder terhadap penanganan Sungai Tukad Mati kita well come siapapun yang ongin membantu ataupun mengelola sungai
Itu surat teguran jadi bukan menyetop tetapi untuk mengurus perijinan dan rekomendasi teknis.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Balai Wilayah Sungai Bali – Penida, Eka Nugraha Adi di kantornya , Senin 17/11/2020
” Setelah mengajukan perijinan baru melaksanakan pekerjaan jadi bukan melaksanakan dulu baru mengurus ijin ” jelasnya
Lanjut Eka Nugraha, bahasa menghentikan salah, artinya memproses perijinan perijinan terlebih dahulu sesuai peraturan perundangan yang ada.
Alasan mendesak karena banjir boleh cepat tapi jangan tergesa – gesa karena nanti melanggar peraturan perundangan yang berlaku.
Jadi itulah yang disampaikan dalam teguran tersebut, bukan menyetop kalau itu salah, tetapi re schedule tunggu perijinan dulu sehinggga nanti apa yang dilakukan sudah sesuai dengan teknis pengendalian banjir.
Secara kasat mata memang ada sedimen yang menghalangi aliran sungai tetapi harus dikaji dulu apakah sedimen itu penuebab banjir.
Secara teknis aliran air Tukad Mati belum melimpah dan apakah sedimen sedemikian parahnya sehingga perlu pengerukan tergesa – gesa, pengerukan yang asal – asalan juga akan menyebabkan banjir.
Siapapun yang melakukan kegiatan di sungai BWS harus mengetahui apakah bisa menyebabkan kerusakan sungai seperti tanggul jadi runtuh, banjir di hilir, ,efek bendung, kita belum mengetahui cara teknis pengerukan saat ini.
,” Oleh karena itu harus ada pengajuan ijin, apa yang kan dilakukan jangan sampai setelah ada masalah saling tuduh menuduh,” ucapnya
Suatu tindakan ada yang setuju dan tidak setuju pasti ada yang menanyakan, nah itu BWS yang memiliki kewenangan, dari bahasanya memberitahu BWS dan mengajukan rekomendasi teknis serta apa yang akan dilakukan dalam pengerukan sedimen termasuk berapa banyak, dibuang kemana.
“Semua kita lakukan sesuai prosedur dan kita yakin dengan pengerukan belum tentu menyelesaikan banjir yang ada di Legian dan Dewi Sri ,* terangnya
Eka Nugraha juga menjelaskan kita sudah pernah bahas yang menyebabkan banjir itu ada pada sistim drainasenya yang menjadi kewenangan PU, dan yang saya tak habis pikir bukan drainasenya yang dikaji ulang.
Menurut kami akar permasalahannya sistim drainase yang kurang bagus juatru masuk ke ranah BWS sementara pada saat banjir masih ada sisa spis di tanggul artinya air belum sampai melebihi tanggul atau belum meluap.
Kalau kondisi sekarang pada saat banjir tukad Mati di hilir masih cukup menampung air atau air belum meluap artinya kapasitas air masih mencukupi.
Permaslahanya apakah drainase mengarah ke Tukad Mati dan sudah sesuai dengan kaidah yang dilaksanakan.
Sudah ada pompa yang difungsikan tetapi air di Legian dan Dewi Sri masih penuh berarti drainasenya yang tidak berfungsi baik. Air yang dipompa keluar tetapi air balik kembali ke drainase.
Pada saat banjir air pada drainase mengalir ke Tukad Mati pada saat low flow atau air rendah tetapi pada saat air Tukad Mati tinggi tidak bisa mengalir maka terjadilah genangan karena air balik lagi ke drainase.
Kapasitas air saat dipompa sama sistem drainase air yang masuk hampir sama jadi percuma itu yang harus kita pelajari dan di diskusikan unruk mencari solusinya.
” Kami bersedia ikut dalam mencari solusinya tetapi kami tidak bersedia ikut masuk ke drainase tetapi PU sudah masuk ke dalam kewenangan BWS ,” tegasnya
Padahal sedimentasinya tidak sampai membuat air meluap jadi air sungai tidak menyebabkan banjir.
Permasalahan banjir di Legian kita perlu duduk bersama dan itu ada proses secara perundangan re kontek dan ijin, itu yang harus ditempuh tetapi muncul bahasa katanya terlalu lama padahal pengajuan pengurusan ijin maksimal 23 hari dan ini sudah ada anggaran di APBD di bulan Januari 2022 bahwa akan dilakukan pengerukan artinya sekarang bulan Nopember jadi 11 bulan, dibandingkan 23 hari terlalu jauh mengatakan perijinan terlalu lama.
Selama 11 bulan tidak ada pengurusan ijin bahkan sekarang ini baru ada surat masuk dan itu bukan pengurusan ijin ke BWS, setelah ada surat teguran pertama. Surat itu belum ada tanda – tanda mengurus ijin untuk itu kami dari BWS akan melaksanakan surat teguran ke 2 untuk mengurus ijin bukan untuk menyetop pengerukan, agar sesuai dengan kaidah aturan hukum yang sudah ada
Kalau kami tidak laksanakan teguran kami BWS juga kena pasal pembiaraan karena apa yang dilakukan dan kami tidak mengetahui yang berdampak kepada musibah banjir
” Surat teguran itu bertujuan agar menyelamatkan PU dan BWS belum lagi nanti diperiksa oleh KPK, karena bekerja di kewenangan orang lain menyangkut sistim pendanaan, bisa menjadi temuan yang berisiko tinggi kecuali ada ijin dari kami ,” imbuhnya