Denpasar, Surya Dewata
Munculnya kasus-kasus tanah di Bali tidak terlepas dari peran institusi
Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memiliki kewenangan menerbitkan sertifikat tanah kerap menjadi sorotan masyarakat
Seperti sengketa antara keluarga almarhum I Gusti Gede Raka Ampug dari Jero Kepisah versus AA. Ngurah Eka Wijaya yang kini kasusnya ditangani Propam Polda Bali karena ditengarai ada oknum Direktorat Kriminal Khusus Polda Bali melakukan tindakan kriminalisasi terhadap ahli waris I Gusti Gede Raka Ampug yakni AA. Gede Oka yang tiada lain pemilik turun temurun tanah seluas 8 hektar milik keluarga besar Jero Kepisah.
Terkait hal tersebut Kasubag Tata Usaha BPN Kota Denpasar, Kuntoro Hadisaputra, S.Sos., SH., MH., seizin Kakan BPN Kota Denpasar menjelaskan bahwa,” Sejak awal proses pembuatan sertifikat itu, pihak penggugat boleh dibilang mengajukan pemblokiran. Ketika proses sertifikasi dilakukan, penggugat sudah mengajukan pemblokiran dan mengatakan untuk tidak melanjutkan ini. Pihak penggugat mengadu ke kepolisian yakni pengaduan masyarakat (Dumas, red). Diproses lah pada saat itu oleh pihak kepolisian. Kalau tidak salah tahun 2018 terbitlah SP3 penghentian penyidikan. Karena di pra peradilan ditolak, akhirnya menanglah Jero Kepisah lalu sertifikasinya berlanjut. Ketika sertifikat sudah jadi ada lagi pengaduan dari orang tersebut (AA. Ngurah Eka Wijaya, red). Cuma tidak tahu pengaduannya apa pada saat itu, mungkin berbeda dengan pengaduan yang pertama. Ternyata tanah itu ada yang dipecah dan ada yang di jual. Baru-baru ini pengembang yang menjual itu mengajukan balik nama ke pihak kami. Di kami (BPN, red) masih ditahan karena ada pengaduan dari pihak polisi,” paparnya.
Untuk diketahui, tanah sengketa ini terletak di Subak Kredung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan. Luas seluruhnya 8 hektar yang dipecah ke dalam 16 sertifikat. Dari 8 hektar, setelah dicek ke lapangan, BPN menemukan tanah sudah ada yang diperjualbelikan/dialihkan ke pihak pengembang sejumlah 25 are. “Pengembang mengatakan itu jumlah luas tanahnya 25 are.
Kalau yang lain belum beralih masih atas nama sendiri. Tanahnya sendiri 8 hektar jumlahnya. Dan tanahnya pun sudah dipecah dalam 16 sertifikat,” ungkap Kuntoro.
Saat ditanya terkait tanggapan pihak Jro Kepisah dari pihak yang melaporkan tersebut, pihaknya merasa hanya memberikan data tentang silsilah kepada pihak BPN. Kemudian pihak pelapor sekarang melaporkan atas dugaan pemalsuan silsilah menggunakan alat bukti dokumen silsilah tersebut. Pihak Jro Kepisah merasa difasilitasi oleh pihak BPN, sehingga mendapatkan data tentang silsilah tersebut. “Logika saja ya, sebuah dokumen silsilah cuma untuk mengurus administrasi pertanahan. Kalau pun data bocor dari pihak BPN, itu dari oknum. Saya pastikan kalau secara instansi tidak mungkin memberi informasi tersebut, karena boleh dibilang itu warkah. Siapapun kalau mau memohon warkah ke BPN ada prosedurnya. Tetapi logika saya ketika silsilah tersebut sudah dibuat bukan cuma untuk mengurus administrasi saja, bisa juga untuk mengurus administrasi yang lainnya. Prosedur untuk memohon warkah itu yang ada hubungannya dengan objek. Pertama yang punya (pemilik, red), kemudian aparat penegak hukum. Tapi tidak serta merta diberikan, kami harus melapor dahulu ke Kanwil. Karena data warkah, data buku tanah, dan data SU itu adalah data datang dikecualikan. Informasi serta merta tidak bisa kami berikan, harus mengajukan permohonan secara resmi. Dokumen warkah itu adalah dokumen-dokumen yang dipakai persyaratan untuk mengurus sebuah sertifikat. Isinya pun mulai dari KTP dan lain sebagainya termasuk silsilahnya. Kemudian hasil akhirnya buku tanah dan sertifikat, itu termasuk bagian dari pada warkah. Kalaupun nanti ada yang meminta salinan warkah itu ada prosedurnya. Yang boleh mendapat itu adalah subjek yang ada hubungannya dengan objek atau aparat penegak hukum/instansi pemerintah lain yang Tupoksinya (tugas pokok dan fungsinya, red) membutuhkan itu. Dan itu pun kami harus ijin ke pihak Kanwil dulu,” tandas Kuntoro.
Kembali ke soal Pemblokiran yang dilakukan pada tahun 2018 secara resmi dikatakan itu tidak ada. “Pemblokiran yang dilakukan pada 2018 secara resmi tidak ada. Bahasa kami di-pending/ditahan, itu karena kasus itu masih berjalan di kepolisian. Intinya BPN menunggu hasil dari pelaporan. Pemblokiran secara resmi itu kan pertama dari pihak yang punya hubungan antara subyek dengan objek. Kedua dari aparat penegak hukum, bisa menyampaikan pemblokiran. Karena bidang itu masih ada proses hukum, kami mohon untuk diblokir dulu tanah ini. Kan pemblokiran itu ada jangka waktunya. Ketika sudah habis, umpamanya kalau gak salah 30 hari, tapi kalau proses hukumnya masih berlanjut, pemblokiran tetap juga dilanjutkan. Yang mempunyai kewenangan untuk meminta hak warkah adalah orang yang ada hubungannya dengan objek. Pertama yang punya, dan yang kedua dari instansi/aparat penegak hukum yang secara resmi mempunyai fungsi dan tugas pokoknya dia berhubungan dengan objek itu. Contohnya ada orang yang bermasalah hukum dengan KPK, ditelitilah aset orang tersebut. Dan aparat meminta data ke kami, itupun kami harus meminta ijin dulu ke Kanwil. Jadi pihak BPN hanya menunggu hasil dari pihak kepolisian atas kasus tersebut. Sehingga untuk sementara, siapapun termasuk BPN belum bisa berbuat apa atas tanah tersebut,” pungkas Kuntoro.
Sebelumnya, Kapolda Bali, Irjen. Pol. Putu Jayan Danu Putra, menanggapi dugaan kriminalisasi oknum penyidik kriminal khusus (Kirmsus) Polda Bali kepada keluarga besar Jero Kepisah, AA. Ngurah Oka, pihaknya segera menelusuri adanya dugaan tersebut dan bersikap tegas apabila ada anggotanya yang melanggar disiplin.
“Yang jelas gini, apapun kita akan berlaku profesional. Kalau memang benar ada dan dia terbukti melanggar, kita akan tindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku pasal-pasal apa yang bisa dikenakan ke anggota yang melanggar, apapun itu, pungli dan perbuatan yang melanggar disiplin kita akan tegas,” ungkap Kapolda kepada wartawan pada 12 April 2022.
Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali, Umar Alkhatab pada Selasa 19 April 2022 juga menanggapi serius terkait maraknya pengaduan oknum penyidik di Kepolisian yang dilaporkan oleh pihak yang merasa dirugikan bahkan diduga mengaku mengalami kriminalisasi kepada salah satu pihak yang bersengketa.
Ia mengaku mengetahui hal itu dari pemberitaan. Ia minta Kapolda Bali segera melakukan tindakan tegas kepada oknum penyidik yang melakukan maladministrasi sehingga merugikan pihak yang bersengketa.
“Belakangan ini banyak pengaduan terkait perilaku penyidik Kepolisian di Bali. Sebelumnya telah diberitakan adanya penyidik yang meminta uang kepada pelapor, kini diberitakan pula adanya penyidik yang melakukan kriminalisasi terhadap warga. Oleh karena itu, Ombudsman RI Perwakilan Bali meminta agar Kapolda Bali segera mengambil langkah praktis untuk mencegah tindakan maladministratif yang dilakukan oleh para penyidik. Kapolda patut memberikan tindakan tegas bagi para penyidik yang terbukti melakukan pelanggaran, baik administratif maupun etik, agar ada efek jera bagi yang lainnya,” papar Umar.
Lebih lanjut Ombudsman memandang bahwa tindakan maladministratif oleh penyidik tidak dapat ditolelir karena akan merusak rencana kepolisian untuk menjadi polisi yang Presisi.
“Dalam kasus kriminalisasi ini, Ombudsman meminta agar penyidiknya dievaluasi dan bila perlu diganti demi keadilan bagi warga yang dikriminalisasi,” tegas Kepala Ombudsman saat dihubungi wartawan pada Selasa 19 April 2022.
Sebelumnya diketahui bahwa Keluarga besar Jero Kepisah merasakan kegelisahan. Pasalnya AA. Ngurah Oka selaku ahli waris almarhum I Gusti Gede Raka Ampug alias Gusti Raka Ampug merasa dikriminalisasi oleh oknum penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Bali. Ahli waris menganggap oknum penyidik telah memaksa mempidanakan dirinya dengan tuduhan memalsu silsilah dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Oknum penyidik telah memaksa mempidanakan saya memalsu silsilah dan memfasilitasi pelapor AA. Ngurah Eka Wijaya yang bukan bagian dari keluarga ahli waris Jro Kepisah. Oknum penyidik menekan dan mempidanakan dengan tuduhan pemalsuan silsilah dan TPPU dengan menggunakan surat bukti silsilah keluarga Jro Kepisah yang didapat secara ilegal,” ungkap ahli waris AA. Ngurah Oka, saat dikonfirmasi langsung melalui aplikasi WA, Minggu (10/4/2022) di Denpasar.
Dimana AA. Ngurah Oka juga menceritakan awalnya ada seseorang bernama AA. Ngurah Eka Wijaya yang tak ada hubungan keluarga mengklaim memiliki silsilah dan mempunyai alas hak IPEDA tahun 1948 dan 1954 berupa tanah sekitar 8 hektar di Subak Kredung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan yang sama dengan tanah warisan dan dikuasai secara turun-temurun oleh pihaknya selaku ahli waris Jro Kepisah.
Atas klaim tersebut AA. Ngurah Eka Wijaya sempat mendatangi keluarga Jro Kepisah untuk meminta bagian setengah dari tanah tersebut. “Karena saya dan ahli waris lain dari Jro Kepisah tidak mengenal dan tidak ada hubungan keluarga dengan AA. Ngurah Eka Wijaya, tentu permintaan tersebut ditolak,” ujarnya.
Lantaran itu, AA. Ngurah Eka Wijaya melaporkan AA. Ngurah Oka ke Polda Bali sejak tahun 2015 dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah dan pemalsuan surat. Ia juga sempat dijadikan tersangka atas laporan tersebut tapi dibatalkan oleh Praperadilan PN Denpasar dan selanjutnya Polda Bali menghentikan laporan tersebut.
“Usaha AA. Ngurah Eka Wijaya tak berhenti di sana. Dia kembali melaporkan saya di Dirkrimum Polda Bali tahun 2018. Namun laporan polisi tersebut tak pernah memanggil saya sebagai terlapor. Dan anehnya saya kembali dilaporkan di Dumas Dirkrimsus Polda Bali. Dengan tuduhan pemalsuan silsilah dan TPPU,” tutur Ngurah Oka.
Lebih lanjut kuasa hukum Ahli Waris, Putu Harry Suandana Putra menjelaskan atas Dumas (pengaduan masyarakat) AA. Ngurah Eka Wijaya inilah terungkap fakta oknum penyidik menunjukkan dan menanyakan kliennya tentang silsilah Jro Kepisah yang dibuat tahun 1990an dan 2015. Di mana dokumen sebelumnya pernah disetor ke BPN (Badan Pertanahan Nasional).
“Kenapa AA. Ngurah Eka Wijaya bisa mendapatkan itu sebagai sebuah laporan ke Polda. Artinya di sini oknum penyidik Dirkrimsus Polda Bali sudah memfasilitasi laporan AA. Ngurah Eka Wijaya yang tak ada hubungan keluarga dan mempunyai dokumen silsilah keluarga secara ilegal yang diduga didapat dari BPN Kota Denpasar,” tegas Putu Harry pada Senin (11/4/2022) melalui WA.**