Denpasar – Surya Dewata
Kedamaian adalah kebutuhan mutlak setiap manusia. Naluri setiap manusia yang normal pasti ingin hidup selalu dalam keadaan damai, tenteram, nyaman, aman dan jauh dari kekerasan. Namun demikian, tidak semua manusia menyadari nalurinya.
Sekelompok manusia cenderung ingin meniadakan yang lain. Sekelompok manusia, sadar atau tidak, seringkali dan suka mengumbar kebencian dan melakukan kekerasan terhadap sesama manusia. Ini memang sikap dan perilaku primitif, tetapi toh masih sering kita temukan di jaman digital yang serba canggih ini.
Gerakan sekelompok anak bangsa di Bali untuk menggemakan rasa damai yang kemudian dikenal dengan Gema Perdamaian (disingkat GP) tak terasa kini sudah memasuki usia 21 tahun.
Gerakan ini bermula dari suasana keprihatinan paska teror Bom yang mengguncang dan memporakporandakan Bali pada 2002 lampau.
Sekelompok anak bangsa yang peduli Bali berkumpul guna merajut kembali rasa damai yang sempat terkoyak oleh ulah segelintir manusia biadab yang tak berperikemanusiaan menyebarkan teror yang berujung pada tragedi kemanusiaan Bom Bali.
Mereka (para perintis GP) lalu berkumpul guna merumuskan sebuah gerakan untuk membangkitkan naluri kemanusiaan akan betapa pentingnya rasa damai.
Mereka berprinsip bahwa semua insan harus disadarkan bahwa semua pihak harus mengupayakan damai karena damai adalah panggung bagi perhelatan peradaban dan budaya.
Tanpa rasa damai dan suasana damai maka peradaban akan tak akan maju atau terkebelakang. Kata damai harus menjadi prioritas yg mengemuka pada pikiran semua insan atau damai menjadi top of mind dari hal-hal lainnya. Gerakan ini dikampanyekan dengan slogan; Damai itu Indah, Damai itu Upaya.
Kehidupan terasa sesak dengan tiadanya rasa damai.
Dimana-mana dunia diwarnai oleh pertentangan, perpecahan, kebencian, perkelahian, terlebih lagi tahun ini memasuki tahun politik menjelang Pemilu 2024.
Demokratisasi yang kita harapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun realitanya saat ini masih berada pada tataran euphoria dan yang mengemuka justru perseteruan yang tiada habisnya antar kelompok masyarakat.
Peradaban dunia saat ini berjalan didominasi oleh ego yang dibenarkan oleh arogansi rasionalitas dalam segala wujudnya. Manakala kita hening dan berusaha mendamaikan diri, hati nurani dengan halus dan penuh kasih membisikkan bahwa bukan ini yang sebenarnya yang ingin kita ciptakan dan yang ingin kita cari. Peradaban yang tanpa damai akan percuma. Damai adalah dasar yang paling mendasar.
Dengan damai hidup lebih bermanfaat dan hidup terasa lebih indah. Rasa damai adalah keadaan dan keberadaan di hati nurani kita. Kita semua ingin damai, hal ini perlu diingatkan bersama untuk kita wujudkan bersama dalam kehidupan kita sehari-hari.
Itulah yang melatarbelakangi kenapa diperlukan gerakan Gema Perdamaian terus-menerus.
Akhirnya disepakati GP digelar pertama kali pada Oktober 2003. Gerakan ini adalah upaya edukasi dan penyadaran bahwa kita bersaudara. Bahwa perbedaan adalah fakta hidup namun hakikatnya satu sebagaimana motto ideologi Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Sebagai jawabannya bahwa damai itu perlu upaya, maka dilakukan berbagai aktivitas damai. Lalu dibuatlah acara yang dapat mengakomodasi rasa tersebut dan mampu menggaungkan perdamaian, mampu membangun mindset damai yang kokoh di masyarakat. Acara ini dikemas secara alamiah dan menghormati perbedaan (keberagaman).
Mereka lalu bersama-sama berikthiar dan berdoa memohon agar kedamaian senantiasa ada di dalam hati, sikap dan perilaku.
Namun demikian, GP sama sekali BUKAN digelar untuk memperingati tragedi Bom Bali. Acara GP diikrarkan untuk menjadi acara tetap tahunan yan menjadi hari pengingat, menjadi tonggak penyegar upaya perdamaian yang dirindukan semua pihak. GP diharapkan menjadi “Hari Raya” kita bersama. GP ini menjadi milik masyarakat Bali untuk terus ditumbuhkembangkan.
Acara ini diselenggarakan secara bergilir di antara kelompok – kelompok agama, maupun kelompok kepercayaan sesuai kesediaan yang tulus dan ikhlas serta dianggap mampu dan netral (non partisan).
Penjamin atau pengempon acara ini adalah para inisiator GP dan pendukung-pendukung pokok (stakeholder) lainnya seperti: Pemerintah Provinsi Bali, Pemkot Denpasar, berbagai organisasi masyarakat, FKUB, PHDI, Paiketan Krama Bali, Perkumpulan Pasraman Indonesia, Komunitas Parasparos, Forum Studi Majapahit, IHGMA (Indonesian Hotel General Manager Association), Bali Villa Association, INTI Bali, Pasraman-pasraman, Perguruan tinggi se Bali, media masa, perusahaan-perusahaan swasta dan seluruh kelompok masyarakat pecinta damai di Bali.
Tujuan dan Cita-cita Gema Perdamaian adalah sebagai beikut :
(1) Menggaungkan doa dan vibrasi hening perdamaian ke dalam diri, pelaksana, peserta dan hadirin dari acara ini, mengisi kosmis sehingga bisa menyebar ke seluruh Bali, Indonesia, dan seluruh dunia, sehingga diharapkan energi damai dan kasih ini dapat melingkupi seluruh kehidupan kita dan hidup kita sehari – hari dapat lebih berlandaskan hening, rasa damai dan kasih tersebut.
(2) Sebagai wahana edukasi masyarakat sehingga terbentuk mindset damai, mengenal perbedaan sebagai fakta alam nyata yang tak terbantahkan dan dapat hidup saling menghormati dan menghargai di masyarakat.
(3) Simbolisasi menyatunya ke perbedaan dengan tampil apa adanya sesuai dengan etnisitas dan peribadatan masing-masing, lalu menyatu dalam acara yang sama yaitu doa perdamaian.
(4) Tempat berkumpul dan menyatunya anak bangsa untuk menjalankan panggilan nuraninya tanpa terbedakan oleh agama/kepercayaan yang dianutnya, suku, adat– istiadat, warna primordial, status atau ragam/mosaik cara pandang lainnya.
(5) Menjadikan Gema Perdamaian sebagai acara tahunan yang tidak akan pernah berakhir masanya, sebagaimana manusia senantiasa mengupayakan dan mengingatkan dirinya untuk menjaga hening dan kedamaian hati sebagai dasar sikap dan perbuatannya.
(6) Menjadikan Gema Perdamaian sebagai ikon Bali – Indonesia sehingga dapat lebih dikenal di seluruh dunia dan dapat memberikan inspirasi kepada dunia.
(7) Sejalan dengan salah satu misi Pariwisata Bali untuk menjadikan Bali sebagai destinasi Wisata Spiritual, Gerakan Gema Perdamaian sangatlah relevan dan menunjang visi tersebut, karena Gema Perdamaian selain diselenggarakan oleh masyarakat Bali dan Indonesia juga menyertakan peran serta aktif spiritualis asing setiap tahunnya.
Hari Perdamaian Dunia
Peringatan Hari Perdamaian Dunia (International Peace Day) yang jatuh setiap Tanggal 21 September. Perayaan ini telah diputuskan oleh PBB (United Nation) sejak Tahun 2013. Salah satu Streering Committee GP, Ida Rsi Wisesanatha menjelaskan, tujuan Perayaan Hari Perdamaian Dunia adalah untuk memberikan edukasi dan membangun kesadaran bahwa nasionalisme yang proporsional itu akan bisa terjadi kalau kita memiliki wawasan internasionalisme yang cukup. Menurut Ida Rsi, wawasan internasionalisme itu perlu dibentuk sedemikian rupa untuk menyadari realitas bahwa kita hidup dalam satu Bumi, Udara dan Air yang sama. “Oleh karena itu perlu pemahaman bersama terhadap hal-hal yang sifatnya perlu kita toleransikan karena mau tak mau kita tidak bisa hidup sendiri, namun harus bersama-sama menjaga menjaga keberadaan kita, baik secara fisik maupun dalam konteks kejiwaan di mana kita perlu saling mentoleransi hal-hal yang bersifat primordial yaitu SARA” jelasnya.
Wujudnya, menurut Ida Rsi, adalah bagaimana edukasi itu membuat kita melek dalam konteks itu, bagaimana kita mengingatkan negara-negara yang sedang berselisih, apalagi sedang berperang secara fisik agar segera melakukan genjatan senjata dulu dan merenungkan apa yang sedang mereka lakukan dan sebagainya.
Ketua Perayaan Hari Perdamaian Dunia, I Dewa Sudarsana mengatakan, peringatan Hari Perdamaian Dunia tahun 2023 ini melibatkan para seniman, budayawan, perwakilan stakeholders, Steering Committee dan Organizing Committee Gema Perdamaian. Mereka akan mengumandangkan doa demi kedamaian alam semesta sembari mengekspresikan damai dalam suasana keprihatinan yang ditandai oleh maraknya hoax, ujaran kebencian, ancaman radikalisme di Indonesia dan perang antara Ukraina dan Rusia dan konflik di beberapa belahan dunia.
GP ke-21 Tahun 2023 ini mengusung tema “Damailah Bangsaku. Jayalah Negeriku”. Komunitas Gema Perdamaian telah mendesign beberapa kegiatan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya untuk senantiasa menggaungkan damai di benak semua insan dan mengingatkan bahwa keadaan damai adalah kebutuhan kita semua tanpa sekat SARA karena keadaan damai adalah panggung perhelatan kehidupan kita sehari-hari.
Dengan kegiatan-kegiatan ini diharapkan latar belakang budaya ekslusif yang anthroposentris bisa disadari menjadi yang ekosentris yang inklusif; bahwa kita semua bersaudara. Kegiatan GP tahun ini sudah dimulai dari Bulan Juni 2023 dengan Event Kreatif Damai yang terdiri dari Lomba Kreatif Damai, Yoga Damai, dan yang lainnya kemudian dilanjutkan dengan peringatan Hari Perdamaian Dunia (International Peace Day) menyusul Sarasehan Damai Komunitas Gema Perdamaian yang telah digelar sebelumnya pada 3 September 2023.
Yoga Damai yang digelar Pada 23 September nantidiisi oleh para praktisi dan Master Yoga Pasraman Bali Eling Spirit. Acara ini akan dilakukan secara hybrid dan diharapkan diikuti oleh ratusan pegiat Yoga di tanah air.
Selain kegiatan inti Gema Perdamaian, Putra Putri Ambasador Damai 2023 juga ikut serta mengadakan kegiatan pendukung. “Kami sangat berharap kegiatan-kegiatan mulia kami memperoleh perhatian dari komunitas-komunitas sosial dan masyarakat yang peduli akan Perdamaian dan acara ini dapat dilaksanakan dengan baik” imbuh coordinator Acara Puncak GP, I Kadek Adnyana.
Menurutnya, kepedulian dan peran serta para sponsor sangatlah diharapkan sehingga upaya swadaya masyarakat dengan semua stakeholdernya dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan bersama yang diharapkan.
Puncak acara GP akan digelar pada Sabtu 7 Oktober 2023 di Pelataran Timur Monumen Bajra Sandhi dan akan melibatkan ribuan peserta pecinta damai dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah dan kalangan swasta. Ini adalah maha karya yang direncanakan melibatkan setidaknya 5 ribu masyarakat pecinta damai.
Untuk mensukseskan agenda ini, panitia bersama stakeholder sedang melakukan berbagai persiapan termasuk pendekatan kepada berbagai insansi dan kelompok masyarakat agar mendukung agenda utama ini.
Puncak acara Gema Perdamaian ini diharapkan menjadi “Hari Besar Damai Bersama” dan tonggak mengekspresikan rasa damai dari Bali ke seluruh dunia. Kerja keras dari para pengayah atau Organizing Committee yang dipandu oleh Steering Committee menjadi penentu bagi kesuksesan agenda ini.
Pemerintah daerah, para tokoh umat beragama dan semua stakeholders sangat ditunggu partisipasinya untuk mengambil peran terdepan dalam menggaungkan dan mengekspresikan damai. Panggung ini sengaja disediakan agar para tokoh semua agama tampil memberi tauladan bagi umatnya betapa pentingnya selalu menjaga harmoni dan kedamaian.
Peran media masa tentu sangat vital dalam menyebarluaskan gerakan Gema Perdamaian ini sekaligus agar Bali benar-benar menjadi tolok ukur bagi gerakan damai sehingga tetap layak disebut Pulau Damai (Island of Peace) yang merupakan syarat mutlak bagi Bali sebagai destinasi utama pariwisata dunia. Mari kita dukung dan ekspresikan rasa damai dari Bali untuk dunia dan semesta (Humas GP).