Surya Dewata – Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Udayana kembali menyelenggarakan Promosi Doktor dengan promovenda Tri Wahyuningtyas, S. Pd., M.Si. Promosi Doktor dilaksanakan pada hari Jumat, 28 Januari 2022 secara semi daring di ruang Ir. Soekarno kampus setempat.
Ujian terbuka dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. Tri Wahyuningtyas, berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Praktik Pendisiplinan Tubuh Pelaku Seni Dalam Kebijakan Menjadikan Wayang Topeng Sebagai Identitas Kabupaten Malang”. Setelah melalui ujian terbuka, Tri Wahyuningtyas dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan. Ia merupakan Doktor ke-160 di lingkungan FIB Unud dan Doktor ke-260 di lingkungan Prodi S3 Kajian Budaya.
Wayang Topeng adalah pertunjukan teater tradisi dengan pemainnya mengenakan penutup wajah (topeng). Isu utama penelitian ini adalah adanya kesenjangan dalam seni pertunjukan Wayang Topeng di Kabupaten Malang. Perekayasaan sosial terjadi melalui wacana (kebijakan) menjadikan Wayang Topeng sebagai identitas Kabupaten Malang.
Saat ini Wayang Topeng menjadi kesenian yang dikonstruksi oleh penguasa, sehingga bersifat elitis-birokratik sarat dengan kepentingan kekuasaan.
Pihak-pihak yang menyetujui atau berkompromi dengan wacana tersebut adalah individu-individu yang telah mengalami praktik pendisiplinan tubuh. Pendisiplinan tubuh pelaku seni terbentuk setelah tanpa disadari bahwa pelaku seni menerima atau berkompromi dengan kebijakan menjadi Wayang Topeng sebagai identitas Kabupaten Malang.
Sebagai tubuh-tubuh yang berdisiplin, patuh dan berguna terhadap kebenaran yang tersembunyi dalam kebijakan pemerintah daerah, pelaku seni menerima kebijakan tersebut sebagai sesuatu yang alamiah padahal di dalamnya terkandung dominasi.
Alur wacana pendisiplinan tubuh pelaku seni didasarkan pada Peraturan Daerah yang menjadi pondasi dan dasar hukum bagi pemikiran menjadikan Wayang Topeng sebagai identitas Kabupaten Malang. Aktualisasi Peraturan Daerah tentang seni dan budaya tergantung dari penalaran, pengalaman, dan episteme yang membentuk pengetahuan para birokrat, mereka yang memiliki kuasa istimewa di Kabupaten Malang untuk berbicara atas nama budaya.
Faktor penyebab dan pendukung kepatuhan pelaku seni akan kebijakan kebijakan Wayang Topeng sebagai identitas Kabupaten Malang ada 2 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor eksternal antara lain adanya pengusulan naskah cerita Panji sebagai warisan non-benda ke Unesco, pendaftaran Wayang Topeng sebagai warisan budaya dunia tak benda, serta adanya kepentingan media massa online. Kemudian adanya faktor internal yaitu pengaruh adanya episteme, habitus dan modal pelaku seni, semakin dominan modal, penalaran dan pengalaman yang dimiliki oleh pelaku seni semakin menempatkan pula posisi dominan pada ranah-ranah tertentu lainnya.
Temuan Penelitian
Temuan empiris dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kepentingan pemerintah Kabupaten Malang menjadikan Wayang Topeng sebagai identitas tersebut bukan hanya seputar sebagai usaha pelestarian seni Wayang Topeng dan atau untuk menjadikannya sebagai warisan dunia tak benda Unesco, melainkan juga dan yang terpenting agar Malang mempunyai identitas daerah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
Kepentingan bersama ini, menjadikan bukan hanya pelaku seni pertunjukan Wayang Topeng yang mengalami pendisiplinan tubuh, melainkan juga sebagian besar warga Malang yang majemuk secara kultural dan kepercayaan, bersama-sama mengambil manfaat dari wacana tersebut sesuai dengan ranahnya masing-masing.
Pada ranah teoritis hasil penelitian ini menjawab teori Foucault yaitu relasi pengetahuan kekuasaan dan teori struktural generatif Bourdieu. Kedua teori Foucault maupun Bourdieu berbicara tentang praktik kekuasaan pada pendisiplinan tubuh.
Makna disertasi disampaikan oleh Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. selaku promotor. Prof. Suarka menyampaikan bahwa kontribusi penelitian ini memberi warna dalam penelitian kajian budaya, khususnya pertentangan serta konflik yang terjadi dalam pergerakan budaya.
“Penelitian ini menunjukkan pada kita bahwa terjadi pertentangan bahkan konflik yang terjadi dalam dunia kebudayaan. Berbagai kepentingan berkelindan dalam medan budaya, pada kasus ini adalah Wayang Topeng. Berbagai estetika dalam Wayang Topeng terpaksa harus tunduk pada berbagai kepentingan para agen kuasa,” pandangan Prof. Suarka.
Melalui penelitian ini dapat kita lihat bahwa tidak selalu segala yang diagendakan pada usaha pemajuan sebuah kebudayaan berimplikasi positif pada masyarakat pendukungnya.
Sumber:http://www.unud.ac.id