Denpasar – Surya Dewata
Korupsi belakangan ini terjadi secara meluas, hampir di seluruh strata pemerintahan, pusat, daerah dan swasta, Akibat korupsi penderitaan masyarakat miskin menjadi semakin berat, ditambah lagi banyak pejabat publik yang harus masuk penjara karenanya.
Keadaan demikian sangat memalukan dimata masyarakat internasional.
Perbuatan korupsi disamping berdampak buruk, ternyata secara tidak langsung dan tanpa disengaja, turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal tersebut diungkapkan salah satu pengusaha yang juga mantan ketua KADIN provinsi Bali, Jaya Susila di Denpasar, Rabu 04/01/2023
Jaya Susila menjelaskan, intuk membuktikan pernyataan tersebut diatas, mari kita pelajari analog berikut. Sebuah perusahaan rekanan pemerintah memenangkan tender proyek sebesar misalnya 100 rupiah, sudah menjadi rahasia umum di Indonesa , dimana pengusaha harus siap mengeluarkan biaya untuk itu misalnya sejumlah 30 persen dari nilai proyek. Dana senilai 30 persen tersebut akan diberikan kepada pejabat yang punya kewenangan menentukan pemenang proyek.
Ini berarti pengusaha pemenang tender hanya akan menerima pembayaran net dari proyek tersebut sebesar 70 rupiah. Namun perusahaan tetap harus membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada negara sebesar 10 rupiah (10 persen dari nilai proyek). Sedangkan pajak penghasilannya menjadi tidak ada atau nihil.
Tapi harus diingat bahwa laporan bulanan pengusaha kepada instansi terkait, nilai proyeknya tetap di laporkan senilai 100 rupiah. Akumulasi laporan seluruh pengusaha kepada instansi terkait, oleh BPS kemudian dicatat sebagai input data pertumbuhan ekonomi sektoral.
Lanjut Jaya Susila kontribusi korupsi pada pertumbuhan ekonomi berikutnya adalah, dana koruptor yang jumlahnya 30 persen dari nilai proyek tidak mungkin hanya disimpan di bank. Tapi sudah tentu akan dikonsumsi secara masif oleh keluarga dan kroni koruptor. Konsumsi dengan kecepatan dan jumlah yang masif inilah, merupakan sumbangan yang masif pada pertumbuhan ekonomi nasional dari kegiatan konsumsi.
” Yang perlu kita waspadai juga adalah, pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena konsumsi kroni dan keluarga koruptor, ternyata berdampak buruk pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing ,” ucapnya
Kenapa hal ini bisa terjadi, ini karena pada konsumsi dari koruptor adalah pembelian barang-barang yang banyak mengandung komponen impor, misalnya mobil mewah, apartment mewah, perhiasan dari luar negeri, barang elektronik canggih, makan di restoran mewah, berwisata keluar negeri dsb.
Pertumbuhan ekonomi model demikian penulis mengistilahkannnya dengan Pertumbuhan Ekonomi Semu, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai dengan peningkatan pajak dan penguatan nilai tukar rupiah.
” Nah pertanyaan berikut adalah, bagaimana kaitan antara korupsi dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun pada awal pemerintahan Presiden Jokowi? Apakah karena kegagalan pemerintah, atau sebab lainnya?, tentu saja jawabannya adalah bukan karena kegagalan pemerintah ,” jelasnya
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada awal pemerintahan Presiden Jokowi, disebabkan karena dana yang dikorupsi pada masa pemerintahan sebelumnya, masih disimpan oleh koruptor dalam berbagai bentuk.
Koruptor tidak berani membelanjakan uang tersebut, karena kegiatan pemberantasan korupsi oleh KPK dibawah pimpinan Abraham Samad dan Bambang Wijayanto sangat masif.
” Banyak pejabat negara yang telah dikirim ke penjara, dari mulai Bupati, Gubernur, Anggota DPRD, DPR, Sekda, Kepala Dinas, Pejabat B.I, Menteri, Politikus dan Petinggi Partai, dsb ,” jelasnya
Tindakan ini membuat koruptor yang belum tertangkap, takut untuk membelanjakan uangnya, sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi, walaupun sangat kecil.
Kalau Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya, Ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus meningkatkan penerimaan negara berupa pajak, bea masuk, cukai dsb., maka jalan pintas/short cut yang paling ampuh adalah menghilangkan penyakit masyarakat yang namanya korupsi, hingga pada titik yang paling rendah.
Akan tetapi Korupsi itu sangat sulit untuk DIBERANTAS, tetapi sangat mudah untuk DICEGAH. (Ini sudah diakui oleh banyak pakar anti korupsi di negara maju). Oleh karena korupsi di negara majupun sulit diberantas, akhirnya pemerintah negara-negara maju menempuh strategi pencegahan korupsi, bukan pemberantasan korupsi.
Karena mencegah korupsi jauh lebih sederhana, murah dan mudah, tanpa hiruk pikuk antar lembaga penegak hukum
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada awal pemerintahan Presiden Jokowi, disebabkan karena dana yang dikorupsi pada masa pemerintahan sebelumnya, masih disimpan oleh koruptor dalam berbagai bentuk.
Koruptor tidak berani membelanjakan uang tersebut, karena kegiatan pemberantasan korupsi oleh KPK dibawah pimpinan Abraham Samad dan Bambang Wijayanto sangat masif. Banyak pejabat negara yang telah dikirim ke penjara, dari mulai Bupati, Gubernur, Anggota DPRD, DPR, Sekda, Kepala Dinas, Pejabat B.I, Menteri, Politikus dan Petinggi Partai, dsb.
Tindakan ini membuat koruptor yang belum tertangkap, takut untuk membelanjakan uangnya, sehingga berdampak pada petumbuhan ekonomi, walaupun sangat kecil.
” Kalau Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya, Ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus meningkatkan penerimaan negara berupa pajak, bea masuk, cukai dsb., maka jalan pintas/short cut yang paling ampuh adalah menghilangkan penyakit masyarakat yang namanya korupsi, hingga pada titik yang paling rendah ,” ungkapnya
Akan tetapi Korupsi itu sangat sulit untuk DIBERANTAS, tetapi sangat mudah untuk DICEGAH. (ini sudah diakui oleh banyak pakar anti korupsi di negara maju). Oleh karena korupsi di negara majupun sulit diberantas, akhirnya pemerintah negara-negara maju menempuh strategi penjegahan korupsi, bukan pemberantasan korupsi.
Karena mencegah korupsi jauh lebih sederhana, murah dan mudah, tanpa hiruk pikuk antar lembaga penegak hukum, hiruk pikuk antar Lembaga peradilan, tanpa debat antar pakar hukum, dan tanpa debat di televisi. Bahkan pencegahan korupsi nyaris tanpa biaya.
Dasar pemikiran bahwa Tindakan Pencegahan Korupsi lebih efisien dan efektif dilakukan adalah sebagai berikut Pertama, bahwa hukum menurut pengertian universal adalah, sekumpulan peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang perorangan atau Lembaga.
Sedangkan tujuan hukum itu sendiri adalah, agar setiap orang dapat melakukan kegiatannya dengan aman dan tertib tanpa hambatan.
Kalau kita korelasikan fenomena masih maraknya kasus korupsi di Indonesia dengan Tujuan Hukum dari dibentuknya Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, yaitu masyarakat yang bebas dari kasus korupsi menjadi tidak tercapai. Apakah mungkin tidak tercapainya tujuan hukum dibentuknya undang-undang tsb, karena materi undang-undangnya sudah ketinggalan jaman, atau modus operandi koruptor semakin canggih, mungkin juga karena pasal-pasalnya tidak memenuhi syarat untuk memberantas korupsi.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa perbuatan korupsi hamper selalu diikuti dengan transaksi aliran dana tunai dari seseorang ke koruptor, dengan jumlah yang sangat besar.
Agar tidak terjadi perbuatan korupsi tersebut, maka dengan :
Pertama, Membatasi jumlah transaksi tunai, misalnya 25 juta rupiah perhari/pertransaksi, mengakibatkan aliran dana masif dari penyuap ke koruptor tidak terjadi. (Bandingkan Undang-undang Tipikor dengan Undang-undang peraturan lalu lintas.
Peraturannya dalam bentuk rambu-rambu, yang artinya antara lain, dilarang parkir, dilarang stop, dilarang belok kekanan, dilarang belok kekiri, dilarang masuk, rambu boleh parkir, rambu boleh belok kanan atau belok kiri. Semuanya mengandung makna, mana yang dilarang dan mana yang tidak dilarang.
Samasekali tidak pernah ada rambu-rambu yang mengandung makna, kalau dilanggar akan dihukum …..tahun. atau didenda …… rupiah).
Kedua, Kewajiban utama Presiden Republik Indonsia dalam bidang hukum (sebagai pemegang kekuasaan eksekutif) adalah untuk Mencegah warganegara melakukan perbuatan melanggar hukum, termasuk juga menjegah untuk melakukan perbuatan korupsi.
Tindakan pencegahan tersebut dilakukan dengan membuat undang-undang dengan persetujuan DPR, dan apabila keadaan mendesak Presiden dapat juga mengeluarkan Inpres atau Perppu
Ketiga, Kalau tidak salah pada kelompok negara G20, hampir semua negara G20 memiliki aturan penjegahan korupsi, melalui pembatasan transaksi tunai, sehingga angka korupsi di negara-negara tersebut sangat rendah. Ditambah lagi negara-negara maju tersebut tidak memiliki lembaga khusus pemberantasan korupsi, seperti KPK di Indonesia.
Tetapi sayang Indonesia dan beberapa negara Asia lainya, tidak termasuk dalam kelompok negara G20 yang menerapkan aturan pembatasan transaksi tunai, dalam upaya untuk mencegah terjadinya korupsi.
Keempat, Aturan pencegahan tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh kebanyakan negara kelompok G20 sangat sederhana sekali, yaitu
dengan membatasi transaksi tunai dalam jumlah tertentu per transaksi/ per hari (usulan demikian sudah pernah diusulkan oleh PPATK).
Berikut ini adalah pengalaman penulis yang hampir tiga puluh tahun menjadi ekspotir ke negara tujuan Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Canada, Maksimal transaksi tunai yang diizinkan di negaranegara tersebut, adalah per transaksi perhari bagi individu atau lembaga senilai USD 10,000.00.
Jadi misalnya kalau penulis akan menerima pembayaran atas ekspor barang ke negara-negara tersebut, nilainya USD 35,000.00, maka tranfer bank luar negeri yang akan penulis terima adalah, masingmasing USD 10,000.00 dalam tiga kali pengiriman. Sisanya USD 5,000.00 dalam satu kali pengiriman.
Jika aturan ini diterapkan di Indonesia, dengan pendapatan perkapita yang mungkin sepuluh persen dari Amerika, maka pembatasan transaksi tunai di Indonesia nilainya mungkin maksimal sebesar, 25 juta rupiah per transaksi per hari.
Kalau akan melakukan transaksi melebihi nilai 25 juta rupiah, maka transaksinya harus dilakukan dengan mengunakan cek, transfer antar bank, atau pemindahan buku melalui bank.
Jika koruptor bersikeras untuk menerima suap melebihi nilai 25 juta, maka sesuai dengan ketentuan diatas, dana tersebut tentu akan ditransaksikan melalui cek, transfer, atau pemindahan buku. Semua data pengirim, jumlah uang, data penerima dsb., akan dicatat dengan lengkap oleh bank. Kemudian bank akan melaporkannya ke PPATK, dengan demikian tidak sulit bagi apparat hukum untuk melacak transaksi tersebut.
Dengan aturan demikian, maka setiap orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi, karena cepat atau lambat pasti akan ketahuan.
Dampak positif dari aturan demikian, diharapkan pada masa mendatang, akan muncul untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bangsa ini, Presiden untuk pertama kalinya mendapatkan rating angka korupsi terendah dunia (misalnya masuk dalam kelompok tiga besar dunia angka korupsi terendah).
Untuk mewujudkan hal tersebut, masyarakat anti korupsi Indonesia menaruh harapan ini pada Presiden Joko Widodo.
Ketentuan pembatasan transaksi tunai ini, tidak hanya berlaku bagi perorangan, perusahaan tapi juga berlaku bagi semua aparatur pemerintah, bendaharawan pemerintah, dan pejabat pengguna anggaran pemerintah.
Aturan pembatasan transaki tunai ini dapat diperlakukan dengan segera, dapat melalui inpres atau Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden. (Jadi gong pencegahan korupsi sekarang ini hanya ada ditangan Presiden Joko Widodo), bukan politisi, bukan partai politik, bukan anggota parlemen, bukan penegak, bukan pakar hukum, bukan akademisi, bukan polisi, bukan jaksa, bukan hakim, dan bukan pula Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kelima, mungkinkah pencegahan korupsi dilakukan dengan metode tersebut di atas, jawabannya adalah Pertama, sampai sekarang metode ini masih dipakai oleh Sebagian besar kelompok negara G20. (Ini berarti metode ini masih sangan tepat dipakai). Kedua, setiap tindakan korupsi baik oleh apparat pemerintah atau Swasta, selalu diikuti dengan aliran dana ke koruptor. Jadi dengan membatasi aliran dana tunai tersebut tindakan korupsi dapat dicegah.
Keenam, kelompok pesimis atau penentang aturan ini, pasti berusaha untuk menentangnya, dengan berbagai macam argumentasi hukum, sosiologi, moneter, ekonomi, perbankan dsb. Namun Presiden Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan tugas mulia (seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945 yaitu……, Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahtearan umum….).
Makna dari kalimat tersebut sudah sangat jelas, Pertama, bahwa Presiden Republik Indonesia selaku kepala pemerintahan, berkewajiban, melindungi segenap bangsa Indonesia, segenap aparatur dibawahnya, serta masyarakat luas, bebas kasus korupsi.
Kedua, melindungi Seluruh tumpah darah Indonesia, dari perpecahan karena tindakan korupsi. Ketiga, untuk memajukan kesejahteraan umum, dengan cara mencegah terjadinya korupsi.
Ketujuh, penentang kebijakan membatasi transaksi tunai masyarakat dan perusahaan, pasti berusaha menentangnya dengan mempertanyakan kewenangan Presiden dari suduk pandang, ekonomi, moneter dsb. Untuk menjawab argumentasi tersebut, mari kita simak praktek-praktek kebijakan pengaturan diberbagai sektor ekonomi, moneter, keuangan dan perbankan yang berlaku.
Kebijakan Bank Indonesia dalam dunia perbankan, misalnya tentang BI Rate, penetapan kurs tengah mata uang asing, penetapan uang muka kredit properti dan kendaran bermotor, penentuan CAR, LDR, Giro Wajib Minimum dalam dunia perbankan, penjaminan dana nasabah oleh LPS.
Semua aturan tersebut dikeluarkan olah Bank Indonesia atau Lembaga atas nama Presiden. Karena sesungguhnya Keputusan Gubernur Bank Indonesia itu adalah Keputusan Presiden di bidang moneter dan perbankan. Bukankah Gubernur Bank Indonesia itu adalah pejabat yang diangkat oleh Presiden, walaupun harus melalui seleksi di DPR.
Dan masih banyak lagi kewenangan yang dimiliki Presiden, tapi pelaksanaan dilakukan oleh Lembaga-lembaga dibawahnya, misalnya melalui Undang-undang, peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, dsb.
Kedelapan, uang tunai yang dipakai untuk bertransaksi di Indonesia sesungguhnya dapat disejajarkan dengan Dokumen Negara, yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, (Semacam surat berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia. Sehingga pemerintah Republik Indonesia (Presiden) berhak dan berkewajiban penuh mengatur tata cara dan prosedur penggunaannya, agar tidak mengacaukan perekonomian dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan orang perorangan, perusahaan/Lembaga dan orang asing, hanya mempunyai hak untk menggunakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Penutup
Tulisan ini dibuat tanpa tujuan atau motif tertentu, tapi murni dibuat dengan harapan dapat dijadikan masukan, bahan diskusi, bahan kajian, atau hanya sebagai sumbangan pemikiran. Dalam upaya kita bersama, untuk meningkatkan daya saing bangsa, menghadapi persaingan ekonomi global.
Saya dengan senang hati, untuk menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ada melalui email, atau bersedia berdiskusi
secara langsung apabila diperlukan.
Jaya Susila, Pengusaha yang juga mantan ketua KADIN provinsi Bali, tinggal di Denpasar