Denpasar, Surya Dewata
Mase Sutrisna seorang kakek berusia 76 tahun mengalami nasib menyedihkan, menjadi tersangka dan akhirnya menjadi terdakwa dalam kasus tanah miliknya sendiri seluas 32 Are di Jalan Gatot Subroto Denpasar. Hal tersebut diketahui setelah dirinya menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Jumat, 8 April 2022.
Ditemui usai sidang Tipiring di PN Denpasar, Made Sutrisna mengaku tidak terima dan tidak habis pikir atas status tersangka atau terdakwa yang disematkan pada dirinya serta menganggap bahwa negara telah menzoliminya dalam sengketa ini.
Kepada awak media Made Sutrisna yang didampingi Kuasa Hukumnya Made Sulendra, SH, mengatakan dirinya merupakan pemilik sah dari tanah 32 are di Perempatan Jalan Cokroaminoto Ubung, Denpasar Bali, berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 3395.
Dalam persidangan tersebut majelis hakim memutuskan Made Sutrisna bersalah atas dugaan penguasaan tanah orang lain tanpa izin dengan bukti-bukti yang diberikan penyidik. Oleh Majelis Hakim, Made Sutrisna diberikan sanksi berupa membayar denda sebesar Rp500.000 subsider 3 hari kurungan penjara apabila tidak membayar denda.
Ada yang aneh dalam persidangan tersebut. Penyidik Polresta Denpasar yang menghadirkan saksi atas nama A. A. Ngurah Bagus Jayendra, S.H selaku perwakilan keluarga dari I Gusti Ngurah Astika yang merupakan anak almarhum I Gusti Ngurah Made Mangget menyampaikan bahwa berkas Putusan Pidana No.44/Pid/1966, Putusan Pengadilan Tinggi (PT), No.27/1966/PT/Pdn dan Putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967 adalah bodong dihadapan majelis hakim.
Made Sutrisna mengatakan putusan pidana No.44/Pid/1966 sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan inkrah. Terdapat putusan Pengadilan Tinggi (PT), No.27/1966/PT/Pdn dan berdasar Putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967.
Ditemui usai sidang, A. A. Ngurah Bagus Jayendra, SH, perihal ucapannya yang mengatakan putusan tersebut bodong, dirinya berdalih bahwa hanya itu dari Direktur Perdata Mahkamah Agung.
“Ya saya kan mengatakan sesuai dengan surat dari Mahkamah Agung. Itu kan dari Direktur Perdata Mahkamah Agung yang menyampaikan begitu”, kata Bagus Jayendra.
Dirinya menyampaikan bahwa Direktur Perdata Mahkamah Agung tidak pernah bersaksi dalam persidangan dan hanya bersurat saja. “Jadi intinya apa yang saya sampaikan itu adalah sesuai dengan Mahkamah Agung. Kita gunakan fakta dan data saja. Ini perkara sudah lama. Kenapa lagi ini diributkan,” pungkasnya.
Sementara itu, perihal dugaan menguasai lahan tersebut, Made Sulendra, SH, Kuasa Hukum Made Sutrisna mengatakan jika kliennya tidak ada menguasai lahan tersebut.
“Kalau namanya menguasai lahan, artinya klien saya tinggal disana, membangun disana, usahanya disana. Ini kan klien saya punya bukti yang kuat sertifikat tanah tersebut”, kata Made Sulendra.
Dirinya tak habis pikir dengan kesaksian yang diberikan A. A. Ngurah Bagus Jayendra, SH dihadapan Majelis Hakim yang menyatakan Putusan Pidana No.44/Pid/1966, Putusan Pengadilan Tinggi (PT), No.27/1966/PT/Pdn dan Putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967 adalah bodong.
“Harus dibuktikan di persidangan. Aslinya bagaimana, bukti riilnya bagaimana, siapa yang menyebutkan bodong. Itu harus jelas di persidangan. Ini sudah membawa nama institusi. Ini termasuk namanya sudah mencemarkan nama sebuah institusi sesungguhnya”, pungkas Sulendra. (GARDA)