Denpasar- Surya Dewata
Kasus pelanggaran hak asuh anak oleh mantan istri, Paul La Fontaine didampingi kuasa hukumnya Hezkiel Paat, dari PHP Law Firm. kembali mendatangi kantor Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Denpasar (KPPAD), Jumat (10/3).
Namun, ketua KPPAD (Yastini) sedang tidak ada di tempat sehingga misi tertunda dan dijadwal ulang pada Senin depan (13/3).
Hak asuh terhadap kedua anaknya (Sianna dan Isla) diputuskan imbang oleh pengadilan. Artinya, baik suami maupun istri memiliki hak yang sama untuk mengasuh putri kembarnya.
Pada kenyataannya, Adinda (mantan istri Paul) membawa kedua putrinya dan menghalangi Paul untuk bertemu anaknya sejak enam bulan terakhir ini.
Tidak sampai disitu, Adinda memberikan syarat tertentu agar Paul bisa bertemu sang buah hati, salah satu satunya menyangkut uang.
“Adinda meminta uang tunai sejumlah 270 juta Rupiah jika saya mau menemui anak – anak. Bagi saya ini semacam pemerasan karena tidak tertuang dalam keputusan pengadilan. Bahkan, kalaupun permintaan Adinda atas nominal tersebut dituruti, hal ini bukan jaminan saya dapat bertemu anak – anak ,”papar Paul.
Paul melalui kuasa hukumnya, sudah menempuh berbagai cara untuk bisa bertemu anak kembarnya. Atas rekomendasi konsulat Australia di Jakarta ia membawa kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta. Tapi mengingat kasus ini terjadi di Bali maka KPAI Jakarta menyarankan untuk menghubungi komisi di daerah (KPPAD).
” KPPAD awalnya sangat antusias dengan kasus ini karena ada pelanggaran hukum hak asuh anak yang dilakukan oleh Adinda dan siap untuk memediasi. Bahkan, mereka siap memanggil Adinda untuk proses lebih lanjut. Tapi sebulan berselang, ketika kami tanyakan perkembangannya, KPPAD malah terkesan melunak. Mereka malah ingin menghadirkan psikolog untuk orang tua. Padahal faktanya yaitu ada dua orang anak yang kesulitan bertemu ayahnya. Ini soal hak azasi anak,” ungkap Hezkiel Paat
Pihaknya sangat berharap akan mendapatkan titik terang pada pertemuan Senin depan.
Dibalik cerita panjang perjalanan kasus ini, Paul sebagai korban penyelewengan putusan pengadilan, berharap mendapatkan keadilan bertemu dengan anak – anaknya.
“Saya menghormati mekanisme hukum di Indonesia dan juga internasional, saya secara sah berhak untuk bertemu dengan anak – anak saya, sesederhana itu,” harapnya.
Hezkiel menambahkan bila pertemuan Senin depan. hasilnya negtif maka bukan tidak mungkin pihaknya akan menempuh jalan lain demi sebuah keadilan bagi kliennya.