Siapa Lagi yang Mau Kopi ‘Jaen’ Kreasi Guide Belanda?

madecoffee2020 saat masih mangkal di badan jalan, Renon

SuryaDewata, Denpasar | Pandemi Covid-19 telah mengubah perjalanan hidup bagi banyak orang. Khususnya di Bali, dimana mayoritas penduduknya bergantung di sektor pariwisata. Sejak diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat, banyak dari mereka yang beralih haluan. Tak terkecuali Made Mayong (nama panggilan sesuai daerah asal, Mayong – Busungbiu), yang tadinya merupakan Guide Belanda kini beralih ke usaha kopi.

Kecintaannya terhadap minuman pahit ini membuat Made bertekad untuk membawanya ke ranah bisnis. Akhirnya, pada Oktober 2020 ia memutuskan untuk membuat gerobak kopi dan mangkal di seputaran Jalan Raya Puputan, Renon, Denpasar. Tempatnya di depan Utama Cafe, tapi sedikit ke arah barat.

Ia tidak sendirian, ada banyak lapak bermobil turut serta berjejer dengan beraneka dagangan, mulai dari tissue, telur, buah – buahan dan lain sebagainya.

Namun, karena kebijakan tertentu di masa pandemi membuatnya harus pindah dari badan jalan, termasuk rekan lapak lainnya. Tidak butuh waktu lama setelah laranagan diberlakukan, Made seolah dapat durian runtuh, pembicaraan ‘saling menguntungkan’ antara dirinya dengan pemilik Cafe Utama berakhir positif. Ia diperbolehkan mangkal di bagian kanopi depan Cafe. Pelanggannya juga boleh menggunakan fasilitas Cafe tersebut, efektif sejak Juni 2021.

Made sedang melayani penikmat kopi di emperan Utama Cafe

Namun, sayang, tidak semua durian yang harum itu manis. Tempat yang nyaman tidak berbanding lurus dengan penjualan. Omset Made turun sekitar 30% sejak pindah dari badan jalan. “Waktu masih mangkal di badan jalan rata – rata penjualan harian mencapai 90 cangkir. Kini 60 cangkir per hari sudah terbikang bagus. Tapi saya cukup puas dengan pencapaian ini,” ungkap Made positif.

Ia curiga kalau tempat mewah bisa membuat pelanggannya ragu dengan harga. Padahal cuma naik 2 ribu rupiah dari biasanya. “Sejak pindah kesini jadi 12 ribu per cangkir,” jelasnya.

Made mulai memarkir gerobaknya jam 8 pagi. Rata – rata ia tutup jam 5, hari Minggu malah bisa sampai jam 6 sore. Iapun rajin mengunduh kegiatannya di laman Instagram @madecoffee2020 yang juga dikelolanya sendiri.

Lantas, apa yang bisa diharapkan dari gerobak Made Mayong?

Gerobak madecoffee2020 menyimpan beraneka peralatan Cafe, mulai dari grinder kopi, mesin press manual, pemanas air, cangkir plastik, aneka jenis kopi, gula dan lainnya.

Ia hanya menyediakan dua jenis kopi, yaitu kopi Robusta dari Pupuan dan jenis Arabica dari Lemukih, Singaraja. Diakuinya jika kopi Robusta yang terkenal pahit jauh lebih diminati masyarakat. “Kalau Arabica rasanya asam dan cost nya cendrung lebih mahal. Peminatnya juga agak kurang. Kalau Robusta kan pahit, lebih diminati, makanya kopi ini dibilang kopi sejuta umat,” paparnya semangat.

Cargo bike yang disulap jadi lapak kopi

Dari segi rasa memang nampol banget. Ternyata kopi yang sama jika diproses dengan cara berbeda menghasilkan citarasa yang berbeda pula. Kopi yang hanya diaduk di cangkir dengan yang melalui proses ‘tekanan tinggi’ bisa membuat penikmat amatiran sekalipun menjadi analis. Mereka akan kembali lagi ke madecoffee2020 karena hentakan pahit yang tidak biasa, mewah. Tak heran jika Made kini memiliki loyal customer hingga 60an orang. Orang yangvsama dipastikan hadir beberapa kali dalam seminggu, kadang menggandeng temannya sekaligus.

Pria yang malang melintang di dunia pariwisata ini mengaku ingin serius menggeluti usaha kopinya. “Saya akan tetap prioritaskan usaha kopi ini walaupun nantinya situasi kembali normal. Tapi saya akan alokasikan 30% waktu saya untuk guiding,” tutupnya.[SWN]

Related Posts