Denpasar – Surya Dewata
Pertunjukan dan tayangan Joged Jaruh di berbagai situs dengan gerakan-gerakan pornoaksi benar-benar telah menciderai dan merusak taksu seni pertunjukan Joged Bumbung.
Lebih miris lagi, pertunjukan offline Joged Jaruh ditonton anak-anak kecil, pelajar di bawah umur sehingga dapat merusak moral anak-anak, citra Seni Budaya Bali dan taksu tari Bali.
Hal itu menjadi salah satu sorotan sejumlah Tokoh Paiketan Krama Bali saat bertemu Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya di ruang kerjanya, Rabu (7/2/2024).
Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si menilai, pertunjukan Joged Jaruh dan tayangan Joged Jaruh di media sosial benar-benar telah merusak taksu seni budaya dan pakem Tari Joged Bumbung.
Menurutnya, fakta ini sudah terjadi bertahun-tahun tetapi tidak pernah ada tindakan yang tegas dari aparat penegak hukum. Kata Jondra, citra Bali tercoreng oleh pertunjukan Joged Jaruh dan masalah ini tidak bisa didiamkan.
Menanggapi fakta itu, Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya mengaku gerah bahkan gregetan saat menyaksikan tayangan Joged Jaruh di media sosial.
“Ini tidak boleh didiamkan, dan harus ada tindakan lebih tegas tidak sebatas himbauan. Saya berharap ada delik aduan, harus ada yang berani melaporkan agar sekalian mendapatkan sanksi” ujarnya didampingi sejumlah kepala dinas di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Bali sambil meminta Kadis Kebudayaan, Prof. I Gede Sugiarta untuk menindaklanjuti masalah tersebut.
Selain menyampaikan permasalahan sosial Joged Jaruh, para tokoh dan aktivis Paiketan Krama Bali menyampaikan berbagai persoalan yang sedang dihadapi Bali saat ini.
Di antara persoalan serius tersebut antara lain : Mekanisme tata kelola penggunaan Tourist Fee sesuai Perda 6 Tahun 2023 tentang : Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali; masalah sampah yang berulang tahun tak pernah tuntas; masalah kemacetan lalu lintas di Denpasar dan Badung khususnya Badung Selatan, Kuta, Seminyak, Canggu dan sekitarnya.
Paiketan Krama Bali juga menyoroti masalah pendidikan bagi siswa miskin khususnya nasib Sekolah Bali Mandara yang diubah dari boarding school ke sekolah reguler saat kepemimpinan I Wayan Koster.
Paiketan meminta agar SMA/SMK Bali Mandara dikembalikan menjadi boarding school sehingga anak-anak dari keluarga miskin mendapat kesempatan mengenyam pendidikan.
Selanjutnya, terkait dengan Pergub 1 Tahun 2020, Paiketan Krama Bali juga meminta tak hanya arak yang perlu kita lestarikan, banyak hasil kearifan lokal Bali yang perlu dilestarikan yang bahkan telah dengan nyata berkontribusi terhadap kemajuan Bali selama hari ini.
“Kami menilai sangat tidak bijak Gubernur Bali sebelumnya menetapkan hari arak, sementara masih ada segudang hasil kearifan lokal Bali yang perlu dilestarikan, dikembangkan, namun tidak mendapat apresiasi dan perhatian” ujar I Wayan Jondra.
Perayaan Hari Arak menurut Jondra, berdampak makin maraknya pertumbuhan jumlah generasi peminum arak, karena arak mudah didistribusikan dan didapatkan di mana saja.
Paiketan Krama Bali juga meyoroti rendahnya minat krama Bali untuk menjadi interpreneur UMKM, sehingga butuh peran serta pemerintah untuk mengadakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan.
“Dunia wirausaha justru didominasi krama tamiu, namun di sisi lain sangat memprihatinkan banyak pengangguran terbuka maupun terselubung” papar Dr. I Made Swasti Puja, S.E, M. Fil. H yang juga Pembina Departemen Kewirausahaan dan UMKM di Paiketan Krama Bali.
Ia juga menyoroti keberadaan minimarket-minimarket modern dan berjejaring cenderung menghancurkan warung-warung kecil milik krama Bali.
Paiketan juga menyoroti sektor Pertanian dan Subak terbengkalai, anggaran untuk pertanian sangat kecil. Lahan Pertanian semakin banyak beralih fungsi ke non-Pertanian. Dampaknya : produk pertanian dari luar Bali membanjiri Bali.
Tak hanya itu. Paiketan juga menyoroti masalah LPD sebagai Lembaga Keuangan Desa Adat saat ini banyak yang sedang mengalami masalah.
Sejumlah Ketua LPD masuk penjara gara-gara korupsi karena LPD dijadikan target oleh Penyidik Tipikor. Ini karena ada celah dalam satu pasal dalam Perda 3 Tahun 2017. UU No 1 Tahun 2013 tentang LKM harusnya melindungi LPD dari kasus Tipikor.
Sementara, aktivis Lingkungan di Paiketan, Ir. Ketut Sarjana Putra, M.Sc menyoroti masalah yang tak kalah seriusnya yakni kerusakan hutan lindung, terumbu karang, pertanian dan Subak.
Pihaknya mengaku prihatin dengan semakin berkurangnya areal hutan lindung dan lahan pertanian di Bali. Idealnya, 35 % wilayah Bali mesti dipertahankan sebagai hutan lindung sehingga cadangan air tanah untuk mensuplai danau di Bali cukup memenuhi kebutuhan air irigasi pertanian di Bali. Faktanya, kawasan hutan lindung saat ini hanya sekitar 20 % dari wilayah Bali.
Menurutnya, perlu ada restorasi alam Bali untuk menjawab Sad Kertih, mulai dari wana kertih (hutan), Danu Kertih, Segara Kertih dan lainnya. Laut di perairan Bali memiliki kekayaan terumbu karang yang sangat indah bahkan tak ditemukan di mana pun di dunia.
“Kekayaan alam terumbu karang ini mesti benar-benar diproteksi dari kerusakan karena bisa menjadi destinasi pariwisata dunia yang sangat menarik” ujarnya.
Yang tak kalah penting adalah tata kelola penggunaan tourist fee sebagaimana diatur oleh Perda 6 Tahun 2023. Sarjana Putra memberikan masukan terkait tata kelola pemanfaatan dana masuk dari pungutan wisatawan asing. Ia mencontohkan sistem serupa di obyek wisata Raja Ampat dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Sang Made Mahendra Jaya menanggapi satu per satu persoalan Bali saat ini sebagaimana disampaikan oleh Paiketan Krama Bali. Mulai dari sistem pemungutan tourist fee yang akan mulai berlaku 14 Pebruari 2024. Untuk tahap awal, pihaknya tidak mau terlalu berambisi karena khawatir menimbulkan kegaduhan. Namun, pihaknya berharap muncul kesadaran dari para wisatawan.
Mahendra Jaya juga memaparkan solusi mengatasi kemiskinan, kemiskinan ekstrim dan yatim piatu. Ia sangat concern kepada masalah kemiskinan, terutama rakyat yang miskin ekstrim dan stunting.
Pihaknya sudah memastikan anak-anak dari keluarga yang miskin ekstrim, miskin dan yatim piatu mendapatkan sekolah di sekolah negeri.
“Anak-anak dari keluarga miskin ekstrim, miskin dan yatim piatu harus bersekolah di sekolah negeri dan gratis” ujarnya.
Perwira Polisi Bintang Dua ini mengakui bahwa permasalahan Bali sangat banyak dan kompleks, namun kemampuan keuangan pemerintah Provinsi Bali saat ini sangat terbatas, belum lagi tahun 2024 ini harus membayar tanggungan hutang tahun 2023. Oleh karenanya, pihaknya harus memberikan prioritas, mana yang didahulukan dan mana yang bisa dikerjakan belakangan (ram).