SuryaDewata, Denpasar | Perayaan hari raya Nyepi tahun Caka 1944, yang jatuh pada hari Kamis (3/3/2022) berlangsung sukses. Seluruh ritual yang dilangsungkan sebelum Nyepi hingga pada hari berlangsungnya Nyepi tidak mengalami hambatan berarti. Tampak pula Gubernur Koster hadir di beberapa lokasi diadakannya pawai Ogoh – Ogoh.
Lantas, apa hebatnya Nyepi kali ini dengan Nyepi – Nyepi sebelumnya?
Hal pertama yang patut digarisbawahi yaitu makna sejati bagi umat Hindu. Seluruh ritual wajib sebelum Nyepi yang berlangsung sukses mewakili hampir setengahnya dari makna Nyepi itu sendiri. Soal pelaksanaan Catur Brata Penyepian kita kembalikan ke masing – masing individu. Yang jelas Nyepi kemarin berlangsung kondusif.
Yang ke dua, dengan diizinkannya pawai Ogoh – Ogoh oleh Bali 1, secara tidak langsung memberikan pengaruh positif bagi Gubernur Koster sendiri. Bagaimana tidak, saat pelaksanaan Ogoh – Ogoh sempat dibatasi mayoritas masyarakat Bali kecewa. Nah, ketika kebijakan tersebut diubah dan Ogoh – Ogoh sukses digelar di berbagai wilayah Bali, secara otomatis masyarakat mengapresasi langkah Koster. Ini akan berdampak besar bagi langkah politik beliau di kemudian hari. Rumor bahwa karantina ditiadakan dan Visa on Arrival diberlakukan kembali, sempat disampaikan Gubernur Koster saat konferensi pers di bandara I Gusti Ngurah Rai, Jumat 5/2/2022, jam 3 sore. Namun, kepastian dari pusat baru akan ia terima jam 5 sore di hari yang sama. Warga Bali layak memberikan standing applause buat Koster atas usahanya ini, terlebih mengikuti kiprah politiknya di 2024 nanti.
Yang ke tiga, pawai Ogoh – Ogoh kemarin juga bisa dikonotasikan sebagai kemenangan bagi warga Bali atas varian Omicron. Virus yang sebelumnya sangat liar dan sempat mengacaukan kebijakan traveling seluruh warga dunia, salah satunya melalui skema lock down ataupun PPKM, kini tidak lagi berlaku. Warga Bali sudah bisa menggelar kegiatan keagamaan dengan level kerumunan yang cukup masif. Bedanya, kali ini mereka pakai masker dan harus mematuhi beberapa prokes lainnya. Ini menggambarkan jika Omicron tidak lagi menakutkan. Setidaknya, kita melihat ‘harga diri’ virus ini kian menurun (baca: melemah) sehingga tidak perlu diatensi secara berlebihan. Inilah sejatinya makna dari kehidupan new normal itu. Kita bebas melakukan apa saja, baik secara individu maupun berkelompok, dengan tetap menghormati protokol kesehatan.
Mari kita lanjut dengan yang terakhir! Saat Nyepi digelar kita semua menikmati keheningan selama lebih dari 24 jam. Salah satu warga Denpasar, Oka Wijaya, yang rumahnya dekat jalan utama mengatakan jika ia sangat menantikan momen Nyepi kemarin. “Saya sangat senang saat merayakan Nyepi, hidup lebih tenang dan bebas dari kebisingan,” ungkapnya.
Sayangnya, keheningan yang kita nikmati di Bali ini sangat bertolak belakang dengan beberapa negara yang kini malah sedang rusuh. Lupakan apa yang warga Israel – Palestina alami, mengingat konflik yang mereka hadapi sudah terlalu lama, dan belum ada tanda – tanda akan berakhir. Sekarang malah ada lagi negara yang berperang: Rusia versus Ukraina. Kita sering melihat cuplikan kondisi masyarakat di wilayah perang, dimana selalu berujung duka. Kebisingan senjata modern lebih horor daripada suara knalpot racing yang kerap jadi bidikan polisi. Sementara itu, warga dari kedua negara yang kini berlibur di Bali mengalami hal yang sangat bertolak belakang dengan warga di negara asal. Jika saja mereka menceritakan pengalaman Nyepi di Bali kepada kerabatnya di negara asal (konflik), pastinya akan membuat kecemburuan tingkat dewa. Kita semua layak bersyukur atas anugerah kedamaian di negeri tercinta ini, khususnya di Bali yang begitu hening saat Nyepi.[SWN]
